Ritual Zaman Dulu yang Memakan Jiwa Manusia – Banyak hal yang dapat kita syukuri dari hidup di zaman modern ini. Salah satunya adalah peradaban manusia yang sudah semakin maju dan perikemanusiaan yang lebih toleran. Contoh konkritnya adalah tidak adanya lagi penyembahan berhala yang memerlukan nyawa manusia.
Bayangkan saja, pada zaman dulu, terdapat keyakinan bahwa darah manusia adalah salah satu persembahan paling sempurna untuk para dewa. Alhasil, menurut http://eglise-apostolique-armenienne.org/ beberapa suku zaman dulu mengorbankan nyawa manusia, entah itu nyawa orang yang tidak bersalah atau yang menjadi tahanan perang. Hal tersebut dilakukan agar sang dewa senang dan memberikan “berkat”.
1. Dinasti Shang
Kebudayaan pertama yang mengambil nyawa manusia adalah Dinasti Shang (1600 – 1400 SM) dari Tiongkok. Hal ini terbukti dari tulisan pada tulang sapi atau cangkang penyu yang sering dipakai oleh para peramal pada zaman itu sebelum mengambil keputusan. Tentu saja, tulang-tulang ini hanya bisa dibaca oleh para peramal dan sang penguasa.
Pada 1899, para arkeolog Tiongkok melakukan penggalian di daerah Yinxu, dekat Anyang, Provinsi Henan, dan menemukan tulang ramalan dari sapi dan cangkang penyu. Lebih mengejutkan lagi, mereka juga menemukan kuburan massal berisi 10 hingga 50 tulang belulang manusia yang ternyata dijadikan korban.
Xunzang (yang berarti “kesyahidan”) adalah ritual pengorbanan yang dilakukan saat seorang penguasa Dinasti Shang meninggal. Para pelayan pribadi dari mendiang penguasa tersebut diharuskan bunuh diri untuk menemani sang penguasa di alam baka. Korban bisa berjenis kelamin laki-laki atau perempuan tergantung dari pelayan pribadinya.
2. Kartago
Melansir dari https://103.31.38.66/ Kartago “dulunya” adalah kota modern yang sekarang sudah menjadi Tunis, ibukota Tunisia, Afrika Utara. Masyarakat Kartago diketahui melakukan sejumlah ritual pengorbanan.
Percayakah kamu, kalau mereka tega mengorbankan anak mereka sendiri?! Hal ini sampai sekarang masih menjadi bahan perdebatan. Di Tunis, terdapat satu situs peninggalan Kartago terbesar tempat hal mengerikan itu terjadi, yaitu Tophet Salammbó.
“Tophet” berasal dari bahasa Ibrani untuk menggambarkan tempat di mana bangsa Israel berdosa kepada Tuhan dengan mengikuti ritual bangsa lain dan mengorbankan anak mereka.
3. Tanzania dan Malawi
Dukun-dukun ini tidak menyerang sembarangan orang. Mereka hanya menyerang kaum pengidap albinisme, seseorang yang menderita kekurangan pigmen sehingga kulit mereka putih. Bagi mereka, kaum albino adalah hasil perselingkuhan orang Afrika dengan orang kulit putih sehingga pantas untuk dikorbankan.
Tidak main-main, praktik yang berjalan sejak tahun 2000 ini sudah melahap nyawa 75 orang albino! Organ kaum albino yang dikorbankan kemudian diambil dan digunakan sebagai jimat berharga dari jutaan hingga miliaran rupiah.
4. Romawi Kuno
Jika pada bagian Kartago, Kekaisaran Romawi menyalibkan para rahib yang mengadakan praktik pengorbanan anak, bagaimana saat Hannibal menang melawan Romawi pada Pertempuran Cannae (216 SM)?
Peradaban Kartago sempat menginvasi sebagian besar masyarakat Romawi setelah menang besar di Cannae. Hasilnya, rakyat Romawi pun ikut tertular dengan praktik pengorbanan manusia! Berbeda dengan Romawi Modern yang menentang pengorbanan manusia, Romawi Kuno dapat melakukannya semena-mena.
Dionysios dari Halikarnassos meriwayatkan bahwa sebelumnya, terdapat praktik Argei, yaitu pengorbanan kaum manusia lanjut usia (manula) dengan cara menghanyutkan mereka ke sungai. Akhirnya, praktik Argei digantikan dengan orang-orangan sawah agar lebih manusiawi.